ULAMA’ NOTULIS DARI KERTIJAYAN
(Foto: Rijalul Ansor Kertijayan Ketika Berziaroh di Makam KH. Irfan Kertijayan)
ULAMA’ NOTULIS
DARI KERTIJAYAN
Narasumber : KH. Abdul Basit Irfan
Mbah KH. Irfan
Kertijayan
Lahir pada tahun 1894 di desa
Kertijayan Kec. Buaran Kab. Pekalongan dan wafat pada tahun 1980 atau pada usia
86 tahun. Beliau putra Mbah Hasbullah bin Ahmad bin Salman, dan mempunyai istri
yang bernama Nyai Hj. Masyiatillah binti H. Nawawi.
A.
Keutamaan pribadi KH. Irfan bin Hasbullah, antara lain
:
1. Tegas dan
pemberani terhadap apa yang diyakini benar.
Salah
satu bukti ketegasan dan keberanian beliau adalah berdirinya masjid An-Nur
Kertijayan. Ketika beliau melontarkan gagasan untuk mendirikan sebuah masjid di
Kertijayan ini sebagian kyai dan tokoh masyarakat tidak menyetujui dan tidak
mendukungnya, padahal untuk mendirikan masjid tentu memerlukan dukungan banyak
pihak, baik dukungan biaya yang besar maupun dukungan dari sisi hukum fiqih
tentang sah tidaknya sholat Jum’at yang dilaksanakan di masjid tersebut. Tetapi
beliau tetap melaksanakan niatnya untuk mendirikan masjid ini meskipun banyak
tantangan yang harus dihadapi karena beliau meyakini benar.
2. Tekun dan ulet
dalam mencari dan memelihara ilmu.
Menurut
Mbah Kyai Abdusshomad, yang lebih dikenal dengan nama Mbah Kyai Shomadi Kauman
Batang, salah satu sahabat KH. Irfan semasa mengaji pada Kyai Agus Naraban
Kergon Pekalongan, KH. Irfan adalah sosok santri yang luar biasa tekun dan ulet
dalam mencari ilmu. Pada masa itu karena beliau keterbatasan biaya
kadang-kadang untuk membeli satu kitab saja tidak mampu, beliau tidak putus
asa, beliau mencari kertas-kertas bekas dan meminjam temannya yang punya kitab
kemudian isi kitab itu ditulis dengan tangan lalu dikumpulkan sehingga menjadi
satu kitab tulisan tangan. Karena kecintaan beliau pada ilmu dan keinginan
memelihara ilmu, kebiasaan menulis dengan tangan kitab-kitab yang diajinya ini
terus dilanjutkan hingga beliau dewasa dan menjadi Kyai. Bahkan beliau sempat
menulis dengan tangan kitab Ihya’ Ulumuddin sampai hampir tiga jilid, beliau
juga membaca atau mengajar kitab Ihya’ Ulumuddin tersebut di masjid KH. Abdul
Fattah bin KH. Thohir, Jenggot sampai beliau wafat. Allahummaghfirlahu.
B.
Jasa-jasa KH. Irfan, antara lain :
1. Ikut berperan
dalam proses berdirinya Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ (NU).
Sebagaimana
diketahui dalam sejarah ketika KH. Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1924
mengusulkan kepada Hadrotus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari agar kaum penganut ajaran
Ahlussunnah wal Jama’ah ini diwadahi dalam satu organisasi (Jam’iyyah). Mbah
KH. Hasyim Asy’ari tidak serta merta mengabulkan usulan tersebut, tetapi beliau
bertukar pikiran dulu dengan kiai–kiai lain dan sahabat-sahabat beliau dari
berbagai daerah.
Untuk
daerah Pekalongan KH. Hasyim Asy’ari bertukar fikiran dengan Habib Hasyim bin
Umar bin Yahya Pekalongan (Kakek dari Habib M. Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Umar
bin Yahya) dan KH. Amir Simbang Kulon.
Menurut
penuturan Maulana Habib M. Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Umar bin Yahya, ketika
KH. Hasyim Asy’ari bertukar pikiran dengan Habib Hasyim (Kakek Habib Luthfi)
dan KH. Amir di Pekalongan untuk mendirikan Jami’iyyah NU, KH. Irfan selalu
diajak serta meskipun beliau pada waktu itu masih seorang santri muda, beliau
diminta oleh KH. Amir untuk melayani KH. Hasyim Asy’ari, termasuk mencarikan
kitab–kitab rujukan dan membacanya dalam musyawarah tiga kiai besar tersebut.
Hingga
Jam’iyyah NU resmi didirikan pada tahun 1926 di Surabaya, KH. Irfan tetap
terlibat dalam pengembangan NU di Pekalongan, melihat fakta sejarah ini menurut
Habib M. Lutfi, Simbang Kulon dan Kertijayan seharusnya menjadi soko guru NU di
Pekalongan karena peran serta dua tokohnya dalam pendirian Jam’iyyah Nahdlatul
Ulama’ (NU) yaitu KH. Amir (Simbang Kulon) dan KH. Irfan (Kertijayan).
2. Ikut mendorong
berdirinya Madrasah di Kertijayan.
Penuturan
dari Almarhum H. Abdus Syakur bin H. Abdul Mu’in (H. Khulal) Kertijayan Gg. 2,
bahwa pada tahun-tahun terakhir menjelang wafatnya KH. Irfan beliau berpesan
agar H. Khulal mendirikan Madrasah di Kertijayan Lor (Pasangan). Hal ini terus
ditanyakan beliau ketika bertemu, sehingga H. Khulal merasa malu bertemu KH.
Irfan kalau belum berhasil mendirikan madrasah, oleh karena itu tumbuh dorongan
kuat untuk melaksanakan pesan KH. Irfan ini. Meskipun KH. Irfan tidak sempat
menyaksikan berdirinya madrasah karena telah wafat sebelum pesannya kepada H.
Khulal terwujud, H. Khulal tetap merasa berdirinya madrasah yang sekarang
bernama MIS Kertijayan adalah dorongan moral dan do’a dari KH. Irfan.
(Disadur
dari Buletin Atsar MAS Simbang Kulon Edisi 031/2017/1438 H)
Sukses selalu buat Ansor Kertijayan
BalasHapusAmin.. Matur nuwun...
BalasHapusKalo boleh tau dimana ya tempat KH Irfan kertijayan...
BalasHapusDi desa mana makam KH Irfan kertijayan
BalasHapus